Recent Movies

Escape To Athena (1979)

Perang Dunia 2
IMDb Skor: 5,6/10 - ‎2.741 suara

dibintangi oleh Roger Moore, film ini bercerita tentang intrik yang terjadi antara pihak Jerman, Sekutu dan gerakaan bawah tanah Yunani demi memperebutkan satu mahakarya seni yang tersimpan dalam sebuah biara yang terletak di kaki gunung Athena. Ternyata gunung tersebut digunakan pula sebagai instalasi rahasia roket Nazi.

Escape to Athena is a British adventure war film (with several elements of comedy) released in 1979, directed and co-authored by George Pan Cosmatos and produced by Lew Grade's ITC Entertainment. The international cast included many well-known actors of the 1970s, including Roger Moore, Telly Savalas and Elliott Gould.

The film is set during the Second World War on a German-occupied Greek island. According to the film credits, it was filmed on the island of Rhodes.

Cast
  •     Roger Moore as Major Otto Hecht – an Austrian and the Wehrmacht commandant of the POW camp who opposes his government's ideology
  •     Telly Savalas as Zeno – the head of the Greek Island's resistance movement
  •     David Niven as Professor Blake – Senior British Officer amongst the prisoners and a well known archaeologist
  •     Stefanie Powers as Dottie Del Mar – an American USO artist (in fact, stripper), who was shot down with Charlie and detained in the POW camp.
  •     Elliott Gould as Charlie – an American comedian, USO performer and professional partner of Dottie.
  •     Claudia Cardinale as Eleana – a local madame, girlfriend of Zeno
  •     Richard Roundtree as Sgt. Nat Judson – African-American POW and amateur magician
  •     Sonny Bono as Bruno Rotelli – an Italian POW, professional chef
  •     Anthony Valentine as Maj. Volkmann – the ruthless SS officer, town commandant and Hecht's rival
  •     Siegfried Rauch as Lt. Braun – SS officer under Volkmann's command
  •     Richard Wren as Capt. Reistoffer – Volkmann's adjutant
  •     Michael Sheard as Sgt. Mann – Hecht's senior camp NCO

Set on an unnamed Greek island during the 2nd last year of the war, 1944, Allied POWs in a remote POW camp are forced to work for the Germans by digging up ancient Greek archaeological artifacts. The camp Commandant, Major Otto Hecht (Roger Moore), was an Austrian antiques dealer before the war. Unknown to Hecht's superiors is the fact that he's withholding the more valuable finds for his own personal gain, and sending them to his sister living in Switzerland. Hecht is far from the dutiful army officer, the total opposite of the nearest town's Commandant, SS Major Volkmann (Anthony Valentine). The prisoners conspire as well. Knowing that they would be sent to another prison camp and endure worse hardships should they run out of artifacts, they repeatedly "discover" the same ones. Volkmann and his Lieutenants (Siegfried Rauch and Richard Wren) rule the town's population with a sadistic grip, executing the innocent residents just as easily as enemy soldiers.

The only opposition to the Germans is Zeno (Telly Savalas), a former Monk, and his few resistance fighters who use the local brothel as an undercover headquarters. Zeno, who is in contact with Allied Headquarters, is ordered to break the prisoners out of their camp to increase his numbers and therefore liberate the town from the Germans and also secure a U-Boat refuelling depot. Using two captured USO artists Charlie (Elliott Gould) and Dottie (Stefanie Powers) to perform a concert as cover, the prisoners and Zeno's resistance take over the camp. With the choice of helping the resistance or being killed by Zeno, Hecht joins forces with the allies and helps them eradicate Volkmann's troops as well as capturing the fuel depot.

With Volkmann dead and the Germans in town no longer a threat, Charlie asks Zeno to lead him and two other prisoners, Judson and Rotelli (Roundtree and Bono) up to the monastery on Mount Athena to steal Byzantine treasures being kept by the monks. As with Charlie, the others care less about the war than the opportunities for looting. Zeno warns Charlie that the Monks' treasures are really the property of the Greek people.

However, Zeno soon receives word from the Allies that the invasion of the Greek islands has been moved up, requiring that he neutralize a German garrison housed in the monastery atop Mount Athena. Without telling them the whole truth, Zeno now tells Charlie, Rotelli and Judson that they can now climb Mount Athena to liberate the monks there from a small band of Germans. Zeno's turnabout - and the weapons they will be carrying - arouse some suspicion among the Americans, but ultimately their greed gets the better of them and they join Zeno.

Once they reach the Monastery, the Americans find a heavily manned garrison armed with V-2 rockets. Zeno uses gas to neutralize much of the garrison, but not before the garrison's commander has been alerted of their presence, and orders the launching of his rockets. Observing the V-2 being readied for launch, the Americans realize that Zeno had lied to them about the mission. Instead of hunting for treasure, they were sent to the monastery to destroy missiles the Germans were preparing to launch against the invading allies. Judson knocks out the missile control room using grenades, but one of the Germans survives long enough to set the base's self-destruct mechanism. Not realizing the danger immediately, Charlie and Rotelli scour the monastery for the monks' treasure while Judson frees the monks. Zeno finds the self-destruct clock, but cannot deactivate it.

With Zeno and the monks, the Americans escape the monastery before it explodes. Searching for treasure up until the last minute, Charlie escapes the explosion with the only treasure the Germans left behind - tin plates adorned with Hitler's face.

During the victory celebration in the village, Hecht, Charlie, and Dottie make plans to capitalize on treasures Hecht has already looted - making copies to sell to the Americans. Professor Blake (David Niven) learns from one of the freed monks that their treasure - Byzantine plates made of gold - are safe, having been hidden in the brothel the entire time.

Days of Glory (2006)

Perang Dunia 2
IMDb Skor: 7,1/10 - ‎11.483 suara

Sutradara : Rachid Bouchareb
Pemain : Jamel Debbouze, Samy Naceri, Sami Bouajila,Roschdy Zem, Bernard Blancan

Menyinggung isu diskriminasi ras oleh Prancis pada tentara keturunan Afrika pada Perang Dunia ll, film ini disutradarai oleh seorang keturunan Prancis-Aljazair, Rachid Bouchareb. Dikisahkan, diskriminasi semakin runcing ketika pemerintah Prancis membekukan dana pensiun para veteran perang keturunan Afrika, ketika Aljazair merdeka melepaskan diri dari Prancis pada tahun 1962. Jendral Charles De Gaulle sendiri yang melarang pasukan keturunan Afrika—yang sudah bertempur melawan Jerman sejak dari Italia—untuk masuk ke ibukota Prancis di tahun 1944, dan hanya pasukan berkulit putih saja yang boleh masuk. Padahal, dua pertiga dari pasukan pembebasan Prancis berasal dari keturunan negara Afrika yang dijajah Prancis.

Film bermula dari sebuah desa di Aljazair, Afrika Utara, tahun 1943. Para pemuda pribumi (indigenes) di sana bersemangat untuk ”membersihkan Paris dari pendudukan Jerman”. Said, yang dicegah ibunya untuk mendaftar sebagai tentara sukarelawan, mengatakan pada ibunya bahwa dirinya enggan tinggal diam dan ingin pergi membela Prancis. Sang ibu tak kuasa melarang dan membiarkan Said pergi bersama ratusan pemuda sedesa lainnya. Ia pun bergabung dengan 7th Algerian Tirailleur Regiment (ATR), bersama Yassir yang ikut berperang demi uang (untuk biaya pemikahan saudara laki-lakinya),Kopral Abdulkadeer (keturunan Afrika berpendidikan yang berperang demi kesetaraan dan keadilan sekaligus orang yang melatih mereka menuju medan perang), serta Martinez, sersan keturunan Tunisia. Misi pertama resimen ini adalah merebut sebuah bukit yang dikuasai tentara Jerman. Singkat kisah, bukit dapat dikuasai,dengan korban yang sangat banyak. Tapi tak lama kemudian mereka sadar bahwa mereka cuma dijadikan "umpan”, agar artileri Prancis mengetahui posisi kanon Jerman di atas bukit.

Seorang kolonel Prancis berkulit putih menyatakan bahwa ini sebuah kemenangan besar bagi pasukan pembebasan Prancis.Said dan kawan-kawan kembali merasakan diskriminasi ketika koki kapal yang berkulit putih tidak mau mnemberikan hormat.Hal itu juga dirasakan ketika 7th ATR dikirirn ke Prancis untuk bergabung dengan pasukan lain dalam Operasi Dragoon, dimana surat-surat mereka disensor, dan mereka tidak diberi libur sebagaimana rekan mereka yang berkulit putih.

Ketika seorang kolonel kulit putih mengutus Kopral Abdulkadeer dan kawan-kawan untuk sebuah misi khusus, membawa amunisi membantu Amerika dalam penyerbuan ke kotaAlsace, ia menjanjikan penghargaan kepada Abdulkadeer dan pasukannya apabila misi itu sukses. Dalam penyerbuan itu Martinez, Said, Messoud, Yassir, dan saudaranya tewas meninggalkan Abdulkadeer, sebelum pasukan lain datang membantu.Meski banyak korban tewas, misi itu berhasil mengusir tentara Jerman dari Alsace. Namun betapa pahitnya, ketika sang kolonel yang sebelumnya menjanjikan penghargaan, diam saja tanpa kata-kata ketika berpapasan dengan Abdulkadeer.

lndigenes diakhiri dengan setting masa kini, saat Abdulkadeer tua mengunjungi makam rekan-rekannya yang tewas di Alsace. Ia masih terdaftar sebagai veteran Perang Dunia II, namun tidak pernah memperoleh uang pensiun sejak dibekukan pada tahun 1959.

Windtalkers (2002)

Perang Dunia 2
IMDb Ratings: 6.0/10 from 51,061 users

Sutradara : John Woo
Pemain : Nicolas Cage, Christian Slater. Adam Beach, Mark Raffalo

Jika di tahun 2008 kita dimanjakan dengan karya masterpiece film perang besutan John Woo, Red Cliff I & 2, maka di tahun 2002 John Woo terlebih dahulu telah menyutradarai Film perang Hollywood, Windtalkers. Dibintangi oleh aktor-aktor papan atas seperti Nicolas Cage, Christian Slater, dan Mark Ruffalo, film ini mempunyai potensi untuk menjadi hit. Windtalkers dibuat berdasar kisah orang suku Navajo yang berperan penting sebagai code talker (penyampai sandi) dalam Perang Dunia II, ketika pasukan AS bertempur melawan Jepang. Sebuah tema yang unik.

Kisah diawali dengan Kopral Joe Sanders (Nicolas Cage) dan teman-temannya di angkatan laut yang bertempur melawan pasukan Jepang di Guadalcanal pantai Solomon di tahun I943. Karena kalah jumlah, mereka akhimya satu persatu gugur.Sanders sendiri walaupun masih bertahan hidup harus kehilangan sebelah pendengaran akibat ledakan di dekatnya. Sanders kemudian rnendapatkan bintang penghargaan Purple Heart. Di pertengahan tahun 1944, ia sembuh dari luka-luka-nya kecuali pendengarannya yang sudah tidak sernpuma. Atas bantuan seorang perawat, Sanders tetap dapat lolos untuk tetap bergabung dengan kesatuan tempur. Sanders kemudian mendapat promosi sebagai sersan, dan selanjutnya diberi tugas penting untuk mengawal seorang code talker Navajo, bernama Ben Yahzee (Adam Beach). Bersarnanya, Sersan Ox Anderson (Christian Slater) juga diberi tugas yang sama untuk menjaga code talker lainnya yaitu Charlie Whitehorse (Roger Willie). Mereka diperintahkan untuk membunuh code talker yang mereka kawal jika mereka sampai tertangkap musuh, sehingga sandi rahasia tetap aman. Bersama mereka turut pula empat prajurit. Mereka kemudian mendarat di Saipan di bawah rentetan hujan tembakan dari pasukan Iepang. Yahzee dan Whitehorse yang baru pertama kalinya menyaksikan pertempuran merasa ngeri setiap kali mereka melihat mayat-mayat bergelimpangan, dan terlebih ketika mereka melihat bagaimana Sanders menghabisi seorang tentara Jepang.

Namun di tengah misi, Yahzee mau tidak mau harus pula membunuh tentara Jepang guna mendapatkan pesawat radio yang sangat diperlukannya.Dalam kontak senjata dengan pasukan Jepang, Whitehorse tertangkap. Dengan terpaksa Sanders menjalankan perintah dengan membunuhnya. Yahzee yang mengetahui hal tersebut menjadi berang bukan kepalang, dan hampir saja balik membunuh Sanders jika tidak dicegah oleh teman-temannya. Semenlara itu, kematian whitehorse membuat Yahzee menjadi sangat marah lalu menyerang tentara Jepang dengan nekat tak kenal takut. Akibat kecerobohannya, Yahzee kemudian kehilangan radio yang akan digunakan untuk meminta bantuan. Berdua dengan Sanders, mereka berusaha mendapatkan radio itu kembali.Dikepung dan dihujani tembakan, Yahzee memberi kode kepada Sanders untuk membunuhnya supaya kode tetap aman. Namun Sanders tidak menggubrisnya dan tetap melindungi Yahzee hingga ke tempat yang aman. Yahzee kemudian mengontak untuk meminta bantuan. Bantuan kemudian datang dan memukul mundur pasukan Jepang. Ketika itulah Yahzee melihat bahwa Sanders tertembak di dadanya. Dia kemudian panik dan berusaha menghentikan darah yang keluar. Namun Sanders menyuruhnya berhenti, dan di sisa-sisa nafasnya Sanders berbisik kepada Yahzee bahwa dia tidak pernah berniat untuk membunuh Whitehorse.

Windtalkers sungguh mempunyai jalan cerita yang menarik.Mengangkat tema yang tidak biasa yaitu code talker dari suku Indian Navajo dan membalutnya dengan kisah pengorbanan,salah paham, dan integritas. Perpaduan tersebut seharusnya dapat menjelma sebagai satu kekuatan tersendiri. Namun itu tidak terjadi di film ini. Entah apa yang salah, film ini seperti kehilangan ruhnya. Film-film Woo biasanya mempunyai ruh yang kuat. Di flm ini, ruh itu tidak sekuat yang diharapkan. Ciri khas Woo masih tetap kental di film ini, seperti efek slow motion dalam pertempuran, dan adegan-adegan yang berbahaya. Meski begitu, kita serasa tidak mengalaminya secara utuh. Tidak seperti di Saving Private Ryan yang kita merasa sangat dekat dengan tokoh-tokohnya, serasa terlibat langsung bersama mereka, di film ini perasaan tersebut kurang terasa. Kita malah kadang terjebak dalam perasaan seolah-olah melihat mereka dalam sebuah panggung besar terbuka dan kita adalah penontonnya.Chemistry kita dengan mereka tidak terbangun dengan kuat. Meski begitu, dengan segala catatan di atas, Windtalkers tidaklah buruk. Hanya saja, sedari awal kita jangan memasang harapan setinggi biasanya ketika akan menonton flm-flm John Woo, seperti Red Cliff, atau Face/ Off.

When Trumpets Fade (1998)

Perang Dunia 2
IMDb Ratings: 7.3/10 from 4,569 users
   
Sutradara : John Irvin
Pemain : Ron Eldaard,Frank Whaley,Zak Orth, Dylan Bruno

Satu lagi film perang keluaran HBO NYC, tempat film-film perang semacam Band of Brothers yang legendaris itu diproduksi. Diutradarai oleh John Irvin, When Trumpets Fade berlatar belakang perang di hutan Hurtglen di tahun 1944-1945,beberapa saat sebelum perang di Bulge pecah. Perang ini adalah perang antara pasukan AS melawan Ierman yang berlokasi di Western Front. Film ini memang sengaja dibuat untuk mengenang para tentara yang gugur di perang tersebut.

Film ini dibuka dengan narasi singkat yang memperlihatkan kegembiraan orang-orang karena mengira perang telah berakhir. Ternyata itu cuma kegembiraan semu, sebab perang justru sedang mencapai puncaknya. Film kemudian berlanjut dengan setting sebuah hutan yang menjadi lokasi sentral. Perang Hurtgen. Terlihat Prajurit David Manning menggendong Bobby yang sedang terluka parah. Bobby adalah teman satu-satunya yang tersisa dari kompi pasukannya. Yang lain telah tewas. Luka Bobby sedemikian parah, ia merasa sangat kesakitan, sehingga tak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Tidak ada pilihan bagi Dave, selain menembak Bobby untuk mengakhiri penderitaannya.

Film kemudian berlanjut dengan promosi dari komandan batalyon, Kapten Roy Pritchet, kepada Dave, untuk memimpin sebuah kompi yang bertugas mengintai sarang musuh. Dave menolak, merasa dirinya tidak pantas dan meminta izin agar dimasukkan ke Section 8, tempat para tentara yang sedang stres berkumpul. Penolakan Dave yang keras tidak digubris oleh Pritchet. Maka, jadilah Dave seorang sersan komandan kompi.Interaksi Dave dengan pasukannya pun menjadi lika-liku yang menarik untuk disimak. Dalam sebuah misi pelumpuhan senjata jenis pengebom milik musuh, Dave terpaksa mengeksekusi seorang anak buahnya yang tiba-tiba panik dan tidak terkendali.Peristiwa ini adalah satu dari beberapa scene yang menarik. Sangat menyentuh melihat wajah Dave yang dingin, datar,namun terlihat tertekan menanggapi kemarahan sejawatnya.Sangat menarik pula komentar dari Sanderson, satu-satunya anak buahnya yang masih hidup, yang temyata membelanya dan mengatakan bahwa itulah satu-satunya tindakan yang paling tepat saat itu.

Film ini diakhiri dengan berangkatnya tim yang dipimpin oleh Dave, yang baru saja dipromosikan sebagai kepala batalyon. Tim ini adalah tim rahasia beranggotakan empat orang, bertugas menghancurkan pasukan tank musuh dari belakang. Tim ini dibentuk oleh Dave dan Sersan Talbott, dengan tujuan agar pertempuran di keesokan hari dapat dijalani dengan lebih mudah dan tidak banyak korban lagi yang berjatuhan. Adegan demi adegan membuat kita menahan nafas, sampai akhimya suasana pecah oleh rentetan peluru dan dentuman bom. Scene ini diakhiri dengan adegan ketika diperlihatkan Dave tertembak dan digendong oleh Sanderson. Keiadian yang persis sama di awal cerita terulang di akhir cerita, dengan Dave sebagai pihak yang digendong. Kata-kata yang diucapkan oleh Sanderson juga persis sama dengan yang diucapkan Dave kepada Bobby ketlka itu, hingga membuat Dave tertawa penuh dengan lronla. Adegan ditutup dengan gambar Dave yang akhirnya mati dl gendongan Sanderson.

Perang di Hutan Hurtgen selama ini tidak banyak dibicarakan, karena tertutup oleh kedahsyatan Perang Bulge yang pecah sesaat setelah Perang Hurtgen yang memakan begitu banyak korban.Menonton film ini, kita serasa melihat salah satu seri dari Band of Brothers. Seragam, helm, dan setting tempat ada bedanya. Satu perbedaan yang mungkin dapat dilihat oleh para pencinta film khususnya  film-film arahan pada unsur dramatisasi tokoh dan cerita yang menjadi ciri khas utama Spielberg. Namun, meski Irvin tidak sejenius  Spielberg dalam mengotak atik emosi penonton. Film ini mampu membawa kita untuk beberapa saat terhenyak usai menontonnya.

Akting Ron Eldard sebagai Dave sangat meyakinkan. Matanya mampu berbicara mengenai banyak hal. Hanya dengan melihatnya memandang anak buahnya darl kejauhan, kita seolah-olah dibacakan satu halaman narasi mengenai perasaan yang berkecamuk dalam dirinya saat itu. Ini adalah film perang yang berusaha memotret perang secara apa adanya. Kita tidak akan melihat adanya heroisme kecuali karena keadaan yang memaksa. Ini bukanlah film yang terbaik, ataupun film yang layak memasuki area box office. Meski demikian, When Trumpets Fade adalah film yang jujur, sederhana, dan apa adanya. Membuat kita dapat menontonnya dengan ikhlas dan penuh dengan rasa ernpati terhadap para tokohnya.

The Thin Red Line (1998)

Perang Dunia 2
IMDb Skor: 7,6/10 - ‎126.455 suara

Sutradara : Terrence Malick '
Pemain : Nick Nolte, Sean Penn, Adrien Brody, John Cusack

Kisahnya dimulai ketika sekelompok prajurit Amerika Serikat yang masih muda dan tergabung dalam Army Rifle Company C-for-Charlie diterjunkan ke pulau Guadalcanal untuk menggantikan pasukan marinir yang telah mengalami kelelahan dalam menjaga sebuah lapangan udara di sana. Posisi lapangan udara tersebut sangat vital karena merupakan tempat yang dapat menjangkau radius 1000 mil sehingga langkah maju balatentara Jepang yang makin masuk ke Pasifik dapat dihentikan.

Prajurit Witt (Jim Caviezel) memandang sekelilingnya dan bergumam, "What is this war at the heart of nature? ". Itulah cuplikan dari scene pembuka The Thin Red Line, seakan memang mewakili dari apa yang coba hendak disampaikan film ini. Alur cerita  yang kemudian bergulir berbeda dari film perang pada umumnya.

Alih-alih dentuman bom dan suara tembakan atau jeritan tentara yang terluka, film ini mengisi momen-momen krusialnya dengan suara narator yang melantunkan puisi dan suara hati. Alih-alih mengaduk-aduk perasaan penonton dengan karakter film yang terlihat heroik atau terjebak dalam idealisme kemanusiaan di tengah perang, film ini memilih bersikap oposan terhadap hal tersebut. Memperlihatkan bagaimana karakter tentara yang berlainan satu sama lain, dan bagaimana mereka berbeda dalam menyikapi perang itu sendiri.Film ini memandang perang sebagai sebuah ajang yang merusak nilai-nilai kemanusiaan. Satu hal yang berbeda dengan Saving Private Ryan. Saving Private Ryan, di sisi lain, terlihat berusaha memperlihatkan bahwa meskipun perang adalah ajang penuh darah, namun perang adalah juga kawah candradimuka bagi karakter seseorang. Jika Saving Private Ryan dibuka dengan mendaratnya pasukan di Omaha Beach untuk kemudian berlanjut dengan penempuran brutal selama kurang lebih 30 menit, maka film ini diawali dengan pendaratan yang "damai" di Pantai Solomon, Guadalcanal. Selanjutnya, selama kurang lebih tiga jam ke depan, kita akan disuguhi semacam orkestra.Tidak ada scene atau tokoh sentral. Semua tampil dengan "sama rata", dan kemudian membentuk sebuah harmoni. Seorang Nick Nolte memainkan perannya dengan manis sebagai komandan perang yang maniak dan temperamental. Penggambaran dirinya sebagai seorang kepala tentara yang berambisi memperoleh penghargaan ditampilkan dengan tidak berlebihan oleh Malick,Sean Penn yang berperan sebagai Sersan Welsh yang sinis namun lembut pun mampu mengisi film ini dengan karakternya yang kuat.
Perang Dunia 2
Film ini berkategori film perang. Meski begitu, perang di sini berperan hanya sebagai background. Ini adalah film mengenai manusia-manusia yang melakoni perang itu sendiri.Ketakutan, ambisi, sinisme, kepedulian, dan rasa muak, semua ditampilkan melalui karakter-karakter yang ada. Tidak seperti perang produksi Hollywood lainnya, The Thin Red Line tidak menampilkan prajurit sebagai sosok pahlawan yang idealis.Mereka ditampilkan lugas, datar, tanpa bumbu. Karena itu, film ini tidak menjual heroisme, tidak menjual tokoh sentral yang protagonis. Alih-alih demikian, film ini hampir seperti sebuah  dokumenter. Menampilkan apa adanya, dan tidak memicu adrenalin bagi yang menontonnya. Pemandangan sinar matahari yang menyorot punggung para prajurit yang sedang mendaki bukit, seakan melantunkan puisi tentang satimya perang, dan bukan kedahsyatannya. Kita bahkan disuguhi pemandangan pantai dengan penduduk dan habitatnya yang porak poranda akibat perang. Scene-scene yang tidak biasa muncul dalam film perang konvensional.

Faktor yang jadi nilai lebih dari The Thin Red Line adalah usahanya untuk menampilkan isi kepala dari para tokohnya untuk bercerita. Pikiran para prajurit di medan perang penuh dengan hal-hal yang membetot rasa dan pikiran. Tidak mudah mendengar atau menerima apa pun yang mereka pikirkan saat itu ataupun kemudian. Suatu cara unik yang menjadikan film ini "mengerikan ". Sutradara lain akan berusaha bercerita melalui gesture, percakapan, atau tindakan, Malick di sisi lain mencobanya dengan menarasikan isi pikiran yang sedang berkecamuk pada saat itu juga. Ini adalah pekerjaan yang menantang, karena film dapat dengan mudah terjebak dalam alur yang membosankan. The Thin Red Line setidaknya cukup berhasil menghindari jebakan tersebut.

Film ini bukanlah film yang mengumbar nama-nama besar dunia perfilman. John Travolta, Goerge Clooney, John cussack, semuanya hanya muncul secara sekilas. Malick lebih memfokuskan jalan cerita pada wajah-wajah baru seperti Elias koteas, Ben Chaplin, atau Jim Caviezel. Mereka dengan tak terduga  dapat menjalankan tugas tidak kalah bagusnya dengan Nick Nolte, sang komandan, ataupun Sean Penn.
Perang Dunia 2
Film ini versi awalnya berdurasi 6 jam, untuk kemudian terpenggal menjadi kurang lebih setengahnya. Inilah yang mungkin menyebabkan seolah-olah alur filmnya menjadi tidak jelas, plotnya terkesan datar, terasa tidak ada mercusuar ceritanya dan tetap tidak mencapai klimaksnya hingga film berakhir.

Malick mungkin tidak sepiawai Spielberg dalam membuat film yang bermutu sekaligus bemilai jual tinggi. Meski begitu untuk kesekian kalinya Malick rnembuktikan bahwa dia adalah sutradara dengan visi dan misi yang jelas dan tidak terlalu peduli dengan tuntutan pasar.

Akhirnya, inilah film perang yang membuka luka dari perang itu sendiri. Mengoyaknya, hanya untuk melihat busuknya, mengulitinya untuk memperlihatkan betapa dalam sesungguhnya luka yang ditimbulkan. Inilah film yang akan membuat kita terhenyak beberapa saat seusai menonton. Terhenyak karena seolah-olah dibukakan hal-hal yang sebelumnya terlupa atau bahkan tak terlintas. Terhenyak karena "lelah",. dan karena pertanyaan yang tak terjawab.

The English Patient (1996)

Perang Dunia 2
IMDb Skor: 7,4/10 - ‎126.902 suara
Sutradara : Anthony Minghella
Pemain : Ralph Fiennes, Juliette Binoche, Willem Dafoe,Kristin Scott Thomas, Naveen Andrews

Film ini dibuat berdasar novel peraih penghargaan Booker Prize dan Governor General's Award yang berjudul sama karangan Michael Ondaatje. Berlatar belakang akhir Dunia II di Italia dan Afrika Utara, The English Patient tentang seorang bangsawan-petualang berkebangsaan Hungari  yang berbahasa dan beraksen Inggris bemama Count Laszlo Almasy (Ralph Fiennes). Ia seorang anggota Royal Geographic Society yang‘ disewa oleh pemerintah Inggris untuk membuat peta di wilayah Afrika Utara.

Sejalan dengan novelnya; versi film yang juga meraih 9 Academy Award termasuk untuk film terbaik di tahun 1996,2 penghargaan Golden Globe Awards 1997, dan 4 penghargaan BAFTA Awards 1997, ini memiliki jalan cerita yang non-linier.

Berawal dari Hana (Juliet Binoche), seorang perawat dari Angkatan Darat Kanada yang mengikuti konvoi palang merah yang tiba-tiba terhenti di sebuah desa di ltalia karena salah satu truk konvoi terkena ranjau. Ia kemudian memilih tinggal setelah menemukan villa kosong, dengan membawa salah seorang pasiennya yang tidak ingat namanya- sendiri hingga dipanggil "the English patient”. Pasien (Count Almasy) tersebut,  mengalami luka bakar hebat setelah pesawat yang membawanya tertembak jatuh oleh pasukan Jerman, kemudian ia diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit oleh seorang Arab Badui.

Kisah ini kemudian berfokus pada Count Almasy yang tidak mampu mengungkap jati dirinya. la berusaha mengingat  setiap kejadian yang pemah dialaminya sebelum kecelakaan berdasarkan sebuah buku berjudul Herodotus dan catatan-catatan yang ada di dalamnya, satu-satunya barang berharga yang masih bisa diselamatkan. Film ini mem-flash back ingatan-ingatan Almasy selama di villa yang kemudian tjdak hanya ditinggali bersama Hana, tapi juga oleh dua tentara Inggris, Letnan Kip (Naveen Andrews), seorang penjinak bom berkebangsaan India, dan stafnya, seorang sersan Inggris. Seorang yang lain lagi bemama Carravagio (Willem Dafoe), pencuri yang menjadi agen rahasia Inggris.

Sedikit demi sedikit Almasy bisa mengingat jati dirinya melalui memori dan kisah yang ia ceritakan pada Hana. Bagaimana ia berselingkuh dengan istri sesama rekannya sendiri di Royal Geographic Society, hingga akhirnya ia menjadi mata-mata pihak tentara Jerman yang menyebabkan teman terdekatnya bunuh diri ketika mengetahui kenyataan tersebut. Sementara itu,dengan sabar Carravagio juga berusaha mengungkap kebenaran cerita tersebut karena kecurigaannya pada Almasy sebagai mata-mata Jerman.

Film besutan sutradara Anthony Minghella ini menampilkan kisah cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan, dengan penokohan yang kuat, serta dilatarbelakangi pemandangan gurun yang "indah" dan mampu menunjukkan latar yang otentik hiruk pikuk kehidupan kota di Afrika Utara. Keseriusan ini juga terlihat pada keriuhan adegan konvoi tank kemenangan Sekutu terhadap Jerman yang hanya beberapa menit saja. Selebihnya,film ini memang luar biasa dan pantas mendapat banyak penghargaan. Cocok bagi pencinta film drama perang, namun barangkali menerbitkan kantuk bagi yang mengharapkan action peperangan.

The Bridge on the River Kwai (1957)

Perang Dunia 2

IMDb Skor: 8,3/10 - ‎127.940 suara

Sutradara : David Lean
Pemain : William Holden, Alec Guinness, Jack Hawkins,Sessue Hayakawa

Film Inggris ini disutradari oleh David Lean berdasarkan buku berjudul The Bridge over the River Kwai karangan penulis Prancis Pierre Boulle. Bersetting hutan Burma tahun 1943, mengisahkan pembangunan jembatan untuk rel kereta api di atas Sungai Kwai oleh tawanan perang Inggris dan Amerika. Kolonel Saito (Sessue Hayakawa) komandan karnp, diberi tugas oleh atasannya untuk membangun jembatan yang menghubungkan jalan kereta api dari Siam rnenuju Rangoon dengan jadwal yang ketat, sehingga ia rnendatangkan tawanan perang untuk melakukan kerja paksa membangun jembatan tepat waktu.

Rombongan tawanan Inggris yang baru datang dipimpin oleh Kolonel Nicholson (Alec Guinnes). Kedatangan mereka “disarnbut” oleh Kolonel Saito dengan perintah bahwa rnereka semua didatangkan untuk bekerja membangun jembatan.

Kamp itu sendiri tidak memiliki pagar dan menara penjagaan,namun Saito menjelaskan bahwa mereka sernua berada jauh di dalam hutan sehingga tak ada gunanya melarikan diri. Selesai upacara, Nicholson menemui Saito dan menjelaskan bahwa menurut konvensi Jenewa, tawanan dengan pangkat perwira ke atas tidak diperkenankan bekerja secara fisik. Namun Saito menolak usulan ini dan rnenegaskan bahwa rnereka semua sama rata dan semua diwajibkan bekerja. Penolakan Saito dijawab dengan protes Nicholson dan para perwiranya. Para tawanan kagum kepada Nicholson yang dengan berani mempertahankan prinsipnya walau disiksa oleh anak buah Kolonel Saito. Akhimya Saito menyerah dan mernbebaskan Nicholson, sementara itu para tawanan sudah bersiap untuk menyabotase pembangunan jemnbatan.Namun Nicholson menegaskan bahwa jembatan itu harus dibangun untuk menunjukkan simbol moralitas, harga diri, dan semangat tentara Inggris di bawah kondisi apa pun.

Perang Dunia 2

Sejak itu para tawanan lain menyadari sikap arogan Nicholson.Ia seolah meyakinkan diri bahwa jembatan itu monumen bagi karakter bangsa Inggris, namun sebenarnya Nicholson sedang membangun monumen untuk dirinya sendiri. Ia dengan keras kepala ingin menyelesaikan konstruksi jembatan tersebut, bahkan memindahkannya di tempat yang “lebih bagus' 400 yard dari konstruksi jembatan sebelumnya. Sikap ini dipandang sebagai kolaborasi dengan musuh oleh para anak buahnya yang tidak berdaya.

Di lain pihak, tentara Inggris di Ceylon yang mengetahui pembangunan tersebut berencana meledakkan jembatan. Misi khusus ini dipimpin oleh Mayor Warden (Jack Hawkins) yang harus memaksa Comodor Shears (William Holden), satu-satunya perwira Amerika yang dapat selamat melarikan diri dari kamp Sungai Kwai (sementara dua rekannya tewas). Mereka tidak hanya harus berhadapan dengan tentara Jepang, tapi juga berhadapan dengan Kolonel Nicholson yang mempertahankan ”jembatan”-nya.

The Big Red One (1980)

Perang Dunia 2
IMDb Skor: 7,2/10 - ‎14.184 suara

Sutradara : Samuel Fuller
Pemain : Lee Marvin, Mark Hamill,Robert Carradine, Bobby Di Cicco, Kelly Ward, Siegfried Rauch, Marthe Villalonga

Inilah film perang yang disebut-sebut sebagai “The Most Underrated War Movie”. Diproduksi di tahun 1980, film ini kemudian mengalami restorasi dan ditayangkan di Festival Film Cannes 2004. Pada produksi pertamanya, film ini dirilis oleh HBO, sebuah instansi yang menelorkan serial film masterpiece Band of Brother dan film semacam When The Trumpet Fade.

The Big Red One disutradarai oleh Samuel Fuller dan dibintangi oleh aktor-aktor semacam Lee Marvin, Robert Carradine, dan juga Mark Hamilton (Star Wars). The Big red One merupakan nama lain dari divisi infanteri pertama PD II.

Kisah film ini terfokus pada perjalanan empat orang prajurit dibawah pimpinan seorang sersan dalam mengarungi ganasnya PD II. Keempat prajurit inilah yang kemudian dikenal dengan julukan "The Sergeant's Four Horsemen”. Mereka adalah Griff (Mark Hamilton) seorang prajurit terlatih yang menolak untuk membunuh. Zab (Robert Carradine) yang membawakan kisah ini sebagai narator dan juga penulis buku “Dark Deadline" Vinci (Bobby Di Cicco), orang Sisilia yang berperan penting ketika kelompoknya berada di daerah Sisilia. Johnson (Kelly Ward), seorang sipil yang berprofesi sebagai petani dan dokter.Rangkaian film bergulir di seputar perjalanan para prajurit  ini dalam mengarungi kegilaan dan kemuskilan perang yang berlangsung.

Kisah film ini diawali dengan berakhirnya PD I. Terlihat di sebuah hutan, bagaimana The Sergeant (Lee Marvin) membunuh seorang prajurit Jerman yang sudah mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Selanjutnya, Marvin bergabung dengan pasukannya dan diberitahu bahwa "perang telah berakhir kurang lebih empat jam yang lalu". Film ini kemudian melompat ke masa PD II dengan memperlihatkan perjalananan Marvin memimpin anak buahnya mengarungi wilayah-wilayah peperangan. Mulai dari Afrika Utara, Sisilia, hingga kemudian sampai pada pendaratan mereka di Pantai Omaha dan memulai pertaruhan hidup di Pertempuran Normandy. Dari sini mereka lalu meneruskan gerilya ke Eropa dan turut andil dalam pembebasan kamp konsentrasi di Cekoslovakia. Film ini diakhiri dengan adegan menarik dan menggelitik khas HBO. Di bagian penutup, terlihat Marvin The Sergeant sedang menggali tanah dan menguburkan seorang anak laki-laki yang dia rawat sehabis pembebasan kamp konsentrasi. Seorang tentara Jerman terlihat mendekat, dan mencoba untuk menyerah. The Sergeant serta merta menusuknya. Kelompoknya kemudian datang dan mengabarkan bahwa perang telah berakhir "kurang lebih empat jam yang lalu". The Sergeant tercenung, dan kemudian bersama kelompoknya berjalan pergi. Kali ini, ketika mereka beranjak pergi, salah seorang melihat bahwa tentara Jerman yang ditusuk tadi masih hidup serentak, Marvin dan anak buahnya berusaha keras untuk menyelamatkannya. HBO mengulang formula yang kurang lebih sama di When Trumpets Fade. What a scene!

Perang Dunia 2
The Big Red One mempunyai alur plot cerita yang dinamis.Kita tidak akan dapat berlama-lama menikmati sebuah scene karena kisah akan segera berlanjut ke scene berikutnya. Karakter-karakter dari para tokohnya tidak sedalam karakter di Saving Private Ryan ataupun Band of Brothers. Meski begitu, kita akan punya cukup waktu untuk mengenal mereka satu persatu.

Untuk ukuran film yang diproduksi di tahun 1980, film ini termasuk modem. Scene Omaha Beach: Battle of Normandy misalnya, tidak kalah jauh dibandingkan dengan Saving Private Ryan. Demikian pula penggambaran pertempuran-pertempuran yang terjadi ataupun penggambaran buramnya PD II, semuanya seolah film ini dibuat di era Saving Private Ryan atau The Thin Red Line. Fuller sang sutradara yang memang mengalami langsung kejadian PD II sebagai salah seorang anggota dari Divisi Infanteri I, benar-benar menuangkan pengalamannya dengan detail dan jauh dari kepura-puraan. Film ini benar-benar sanggup membuat kita duduk tercenung menyaksikan serangkaian kejadian selama berlangsungnya PD II. Walaupun versi lama kabamya mengalami banyak “cutting” guna menghindari trauma bagi yang menontonnya, versi reconstruction kabarnya menyempurnakan detailnya. Akhimya, inilah film epik PD ll yang masuk ke daftar wajib tonton.

The Sea Wolves (1980)

Perang Dunia 2
Skor: 6,3/10 - ‎2.584 suara

 Sutradara : Andrew V. Mclaglen
 Pemain : Gregory Peck, Roger Moore dan David Niven

Film ini diadaptasi dari buku karya James Leasor yang berjudul Boarding Party, yang mencentakan sebuah kisah nyata dalam Perang Dunia II. Peristiwa yang dimaksmud adalah operasi rahasia yang dilakukan oleh Calcutta Light Horse guna menghentikan aksi kapal selam Jerman  U-Boats, pada tanggal 9 Maret 1943.

Diceritakan bahwa selama PD II, kapal selam Jerman telah menenggelamkan ribuan kapal barang Inggris. Dinas inteligen Inggris yang bermarkas di India percaya bahwa informasi disampaikan ke U-Boats dengan menggunakan sebuah radio transmitter yang tersembunyi dalam salah satu dari tiga kapal Jerman  yang berada di Goa Portugis. Karena Portugal adalah wilayah netral, kapal-kapal tersebut tidak bisa diserang secara langsung. Intelijen Inggris kemudian meminta bantuan kawan lama setempat untuk memuluskan misi yang dijalankan. Fillm  ini diakhiri dengan sebuah kutipan bahwa selama 11 hari pertama di bulan Maret 1943, U-Boats menenggelamkan 12 kapal Sekutu di Samudera Hindia. Namun setelah pasukan Light Horse bertindak, hanya tinggal satu kapal saja yang hilang di sisa bulan tersebut. 

The Sea Wolves dibintangi oleh aktor-aktor besar pada zamannya, seperti Gregory Peck, Roger Moore, dan David Niven. Sekilas film ini mirip dengan U-571, atau memang 571 merupakan remake dari film ini. jika di U-5 71 cerita terfokus pada operasi rahasia mengambil sebuah mesin bemama Enigma yang diduga digunakan untuk mentransmisi kode-kode rahasia yang tak terlacak, maka Sea Wolves adalah operasi rahasia untuk mencari sebuah radio transmitter yang berada di salah satu Jerman yang berlabuh di pelabuhan Mormugao di daerah netral Portugal.

Jika Anda penggemar James Bond atau khususnya Roger Moore, maka berbahagialah karena Anda akan dapat melihat Moore dalam setelan seragam tentara Kerajaan Inggris yang elegan lengkap dengan topinya. Akting Moore di film ini bagus. Dia mampu menghidupkan suasana tahun 40-an. Apalagi suaranya yang khas dan aksen yang kental British, menambah kesempurnaan keklasikan film ini

Schindler's List (1993)


Perang Dunia 2
IMDb Rating 8.9/10 from 515,945 votes 
 
Sutradara : Steven Spielberg

Pemain : Liam Neeson, Ralph Fienncs,Ben Kingsley

Film ini diangkat ke layar kaca berdasarkan adaptasi dan sebuah novel dengan judul yang sama, yang diterbitkan di Amerika Serikat. Novel tersebut adalah karya Thomas Keneally yang semula berjudul Schindler's Ark, kemudian difilmkan di tahun 1993 oleh Steven Spielberg.

Film ini berkisah mengenai perjalanan Oskar Schindler,seorang pengusaha Jerman, dalam perjalanannya menyelamatkan nyawa lebih dari seribu orang Yahudi Polandia. Sebagai pengusaha, Oskar mempekerjakan orang-orang Yahudi tersebut di pabriknya, sehingga mereka tidak dikirim ke kamp-kamp konsentrsi. Daftar pekerja yang kemudian dlidaftarkannya tersebutlah yang kemudian terkenal sebagai ”Daftar Schindler"

Pada permulaan film ini kita akan melihat kerumunan orang-orang Yahudi Polandia yang sedang mengantre untuk didaftar namanya. Sebagai catatan, Polandia ditaklukkan Jerman pada awal Perang Dunia II. Orang-orang Polandia keturunan Yahudi,tanpa pandang bulu, dikumpulkan untuk kemudian ditahan di Krakow. Pada saat itulah Oskar Schindler datang ke Polandia sebagai pengusaha yang mengalami kegagalan di Jerman. Pada awal dia datang, Schindler bermaksud mengambil keuntungan dari penaklukan Jerman terhadap Polandia. Dia ingin bangkit lagi sebagai pengusaha dengan jalan memanfaatkan tenaga-tenaga kerja paksa orang-orang Yahudi dan Polandia yang berlimpah umuk memproduksi barang-barang keperluan tentara Jerman.Oskar di awal film diperlihatkan sebagai seorang pengusaha tulen dengan kemampuannya mempersuasi dan berbaur dengan para penguasa dan petinggi militer Jerman. Kemampuannya ini kemudian membawa dirinya bersahabalt dengan salah satu petinggi militer, Julian Schemer. Segera setelah mendapat dukungan militer, Schindler mulai mendirikan pabrik guna memproduksi barang-barang keperluan tenlara, terutama  alat-alat dapur. Meski Oskar tidak mempunyai dukungan flinansial yang cukup, dengan  kemampuan relasinya, ia mampu mendapatkan bantuan dari seorang fungsionaris Dewan Yahudi bernama Itzhak Stern yang berhubungan dengan komunitas bisnis bawah tanah Yahudi. Schindler menawarkan kepada orang-orang Yahudi sebagian keuntungan usahanya, asalkan pihak Yahudi mau meminjamkan dana yang diperlukan. Di sinilah titik mula kolaborasi Schindler dan Stern. Lewat pabrik inilah Stern menolong para tahanan Yahudi yang dikurung di Krakow. Mereka dipekerjakan di pabrik dan memperoleh surat yang menerangkan bahwa mereka adalah orang penting sehingga tidak akan ditangkap di malam hari oleh Gestapo. Stem berusaha sebanyak mungkin mengeluarkan surat semacam itu. Schindler yang mengetahui hal tersebut merasa diperalat oleh Stern, namun ia memilih diam.

Pada saat itulah datang ke Krakow perwira tentara khusus NAZI bemama Amon Goth. Dia berencana memuIai pembangunan sebuah kamp kerja paksa, Plaszow. Goth adalah representasi kekejaman, kebengisan, dan tiadanya hati nurani orang-orang NAZI. Dalam satu adegan diperlihatkan bagaimana setelah ragu untuk beberapa saat, dengan tanpa perasaan Goth menembak kepala seorang anak dari belakang hanya karena anak itu tidak membersihkan kamar mandi Goth dengan benar Dia juga memerintahkan anak buahnya untuk meratakan Krakow yang penuh sesak dengan manusia dan menemukan siapa saja yang tidak segera pergi. Schindler yang melihat ini semua menjadi risau dengan kemungkinan dia akan kehilangan para pekerjanya yang menjalankan roda pabrik. Maka Schindler memutuskan untuk berteman dengan Goth. Pada saat-saat inilah terjadi transformasi pada diri Schindler, dari seseorang yang hanya mengejar keuntungan diri semata menjadi sosok yang benar-benar tulus membantu para pekerjanya. Di bagian akhir film kita akan melihat bagaimana dia mengeluarkan uang daIam jumlah besar untuk menyogok Goth agar mengizinkan dirinya untuk memindahkan para pekerjanya agar tidak perlu dipindah ke Auschwitz. Daftar nama-nama pekerja yang disusunnya bersama Stem itulah yang mendasari kisah ini.

Schindler's List berlatar belakang pendudukan Nazi di Polandia, dan menawarkan lebih dari sekadar perjalanan perjalanan perang itu sendiri. Film ini menawarkan perenungan dan empati yang mendalam pada perjalanan tokohnya. Spielberg dengan sangat piawai mendramatisasi plot dan karakter para tokohnya, sehingga tampak berenergi. ”Barang siapa menyelamatkan satu nyawa,ia menyelamatkan seluruh dunia” adalah kutipan dari Talmud yang merupakan kalimat kunci dari film ini. Terlepas dari kritik yang menyebut bahwa Schindler's List—lengkap dengan segala kekejian Nazi yang ditampakkan dengan vulgar-adalah salah satu propaganda Yahudi untuk membesar-besarkan peristiwa Holocaust, film ini tetap merupakan salah satu masterpiece Spielberg selain  film-film besar lainnya seperti Saving Private Ryan atau Empire of The Sun.

Pearl Harbor (2001)

Perang Dunia 2
Ratings: 6.0/10 from 225,282 users

Sutradara : Michael Bay

Pemain : Ben Affleck, Josh Harnett,Kate Beckinsale, Alex Baldwin, Tom Sizemore,Ewen Bremmer, Cuba Coding Ir. Jennifer Garner


Apa jadinya ketika cinta segitigadijaikan latar belakang sebuah film yang menceritakan salah satu peristiwa terpenting dalam Perang Dunia II? Jawabnya: kebingungan dalam penempatan plot dan juga durasi. Cinta segitiga dalam kehidupan biasa adalah hal yang rumit, apalagi ketika diangkat ke layar lebar yang banyak menggunakan unsur dramatisasi. Jika sekarang kita campurkan hal tersebut dengan sebuah peristiwa besar yang perlu berbuku-buku untuk menceritakannya secara lengkap,-.maka hasilnya bisa kita lihat di film ini.

Jangan terpaku pada sebuah judul. Itu hal mendasar yang kita pelajari dari film ini. Bercerita mengenai tiga tokoh utamanya, Pearl Harbor mengajak kita untuk melihat konflik masa muda antara dua orang pemuda dan seorang gadis dengan latar belakang peristiwa pengeboman Pearl Harbor. Film ini dibuka dengan percakapan khas anak muda antara dua sahabat, yakni Rafe (Ben Affleck) dan Danny (Josh Hartnett) tentang impian mereka menjadi pilot pesawat tempur. Singkat cerita, mereka kemudian mendaftarkan diri ke Angkatan Udara. Di sanalah Rafe bertemu dan jatuh cinta dengan salah seorang perawat bemama Evelyn (Kate Beckinsale). Ketika Rafe ditugaskan ke medan tempur, keduanya menyadari tidak akan bisa bertemu lagi. Evelyn kemudian dipindahkan ke Pearl Harbor. Di sana dia mendapat kabar dari Danny bahwa Rafe tertembak dan diperkirakan meninggal dalam tugas. Danny sebisa mungkin menghibur Evelyn,dan mereka pun menjadi dekat. Dari hubungan mereka, Evelyn akhimya hamil. Tak dinyana, temyata Rafe masih hidup. mendapati Danny telah merebut Evelyn, pada awalnya Rafe marah besar, namun kemudian bisa menerimanya. Di akhir kisah, Danny tewas menjadi martir demi menyelamatkan nyawa Rafe.Rafe kemudian menikahi Evelyn dan menganggap anaknya seperti anaknya sendiri.

Film ini bukan film yang buruk. Michael Bay juga tidak salah jika memasukkan unsur romantisme ke dalamnya. Para aktor juga memainkan peran masing-masing dengan tidak mengecewakan. Aktor yang tampil pun adalah para idola. Sebut saja Josh Harnett, Ben Affleck, Kate. Bukan mereka saja, Alex Baldwin dan Cuba Coding Jr. yang memerankan para tokoh asli dari peristiwa Pearl Harbor beraktng dengan sangat meyakinkan. Mereka bnear-benar mampu mengharu biru cerita tanpa berlebih. Walau merupakan cerita usang mengenai pahlawan yang tiba-tiba kembali dari medan perang, tetapi cerita di Pearl Harbor masih menarik. Scene penyerangan pangkalan Pearl Harbor di pagi buta jhuga merupakan scene yang patut diacungi jempol karena kedahsyatannya. Beberapa pengamat membandingkannya dengan happening art Saving Private Ryan di Omaha Beach. Semua unsur telah memenuhi untuk dapat menyihir agar penonton tetap berada di kursinya sampai film berakhir. Hampir sempurna sebagai sebuah film.

Kekhilafan Michael Bay, jika kita dapat menyebutnya begitu,hanya terletak pada satu hal. Dia terlalu ceroboh memberi judul film ini dengan nama pangkalan militer yang menjadi tonggak besar sejarah PD II. Akibatnya cukup fatal. Hampir seluruh kritik film ini ditujukan kepada kegagalannya untuk membangun latar belakang yang kuat guna menopang "kemegahan” penyerangan Jepang di pagi buta yang sangat bersejarah itu. Banyak kritik menyoroti plotting ceritanya yang seolah-olah lebih terfokus pada kisah cinta ketiga tokoh utamanya ketimbang peristiwa bumi hangus itu sendiri. Beberapa kritik menyayangkan closing atau ending yang sangat klise, yang seolah-olah tidak senafas dengan tragedi yang" terjadi.Jadilah film ini sebuah antidote yang gagal bagi para penggemar film sejarah perang terutamaPD II. Film yang semula menjadi diharapkan menjadi film yang‘ mengulangi atau bahkan mengungguli film Pearl Harbor terdahulu yakni Tora! Tora! Tora! berbuah banyak kritik dan kekecewaan. Sesuatu yang seharusnya dapat diantisipasi oleh sutradara sekelas Michael Bay.

Patton (1970)

Perang Dunia 2
Ratings: 8.0/10 from 69,823 users

Sutradara : Franklin I. Schaffner
Pemain : George C. Scott, Karl Maiden, Michale Bates, Karl Michael, Vogler

Patton adalah film biografi dari jendral Amerika Serikat yang paling kontroversial selama Perang Dunia ll, yaitu Letnan Jendral George S. Patton. Disutradarai oleh Franklin J. Sclraffner,film ini dibuat berdasarkan buku biografi Patton: Ordeal and Triumph karya Ladislas Farago dan memoir dari Jendral Omar R. Bradley yang pernah menjadi staf Jendral Patton dan tidak lama kemudian menjadi atasannya, berjudul A Soldier's Story.

Film ini dimulai dari kekalahan pasukan Amerika Serikat, ketika pertama kali berhadap-hadapan dengan pasukan Jerman "Afrikankorps" pimpinan Jendral Erwin Rommel pada pertempuran di Kasserine Pass, Afrika Utara. Menurut Jendral Patton (George C. Scott) yang kemudian memimpin pasukan Amerika di Afrika Utara, pimpinan sebelumnya Jendral Loyd Fradendall tidak memiliki disiplin yang baik dan tidak pernah melihat pasukannya yang ada di garis depan. Setelah ”mendisiplinkan" anak buahnya, termasuk menyuruh dokter tentara memakai helm baja, Patton meraih kemenangan besar dalam Pertempuran El Guettar. Namun Patton kecewa karena pasukan Jerman yang dikalahkannya tidak dipimpin oleh Erwin Rommel.

Patton kembali beraksi pada invasi pasukan Sekutu di Sisilia dan bersaing dengan komandan pasukan Inggris, Montgomery, untuk merebut Pelabuhan Messina di Sisilla.Meski sebelumnya Patton sudah diperintahkan untuk hanya mengawal Jendral Montgomery merebut Messina, namun Patton menganggapnya sebagai angin lalu dan tidak sudi Montgomery yang akan dielu-elukan sebagait ”pembebas Sisilia. Ia bahkan diprotes oleh stafnya sendiri, Jendral Bradley sebagai orang yang egois dan “menikmati” peperangan karena melakukan tindakan yang “tidak perlu”. Selain itu aksi Patton juga dikeluhkan pasukannya. Semboyan "Our Blood, Our Guts"atau "Darah kami, keberanian kami” diplesetkan menjadi "Our Blood, Your Guts!”.

Namun demikian pasukan Patton akhirnya dapat merebut Messina dan memukul mundur pasukan Jerman. Patton yang dianggap Bradley sebagai jendral yang brilian namun tidak bisa ”menjaga mulutnya" kembali menemui masalah ketika ia menampar dan menganggap pengecut seorang prajurit yang menderita kelelahan mental dalam bertempur. Patton dibebastugaskan oleh komandan pasukan Sekutu Jendral Eisenhower, meski ia telah memohon-mohon dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Namun Patton kembali ditugaskan sebagai salah satu komandan pasukan First United States Army Group yang merupakan pasukan "bohong-bohongan” untuk mengelabui pimpinan pasukan Jerman Alfred Jodl yang hakul-yakin bahwa Patton merupakan komandan tertinggi penyerbuan ke Eropa. Jendral Patton menunjukkan kehebatannya ketika ia memimpin 3rd United Army memukul serangan Jerman yang terakhir di Ardennes,dan menyelamatkan divisi terjun payung Amerika 101st Airborne Division yang sudah terkepung pada Pertempuran Bulge.Patton dikenal sebagai Jendral yang tidak kenal takut dan memimpin pasukannya di garis depan.

Film ini memenangkan 7 penghargaan Academy Award,termasuk film terbaik (Best Picture). Sebenamya banyak hal yang "mengganggu”, terutama ketika adegan pertempuran saat Jerman justru memakai tank Amerika M48 Patton tahun 1950 (6 tahun sesudah perang) dan pasukan Amerika sendiri memakai tank yang lebih lawas yaitu Chaffe M47 (yang juga diproduksi pasca-Perang Dunia). Padahal  yang terlihat adalah tank-tank Tiger dan Sherman.Hal ini  membuat film Patton jadi tidak otentik dan pencinta film perang, khususnya Perang Dunia II, menjadi “ilfil” (hilang rasa).

Only the Brave (2006)

Perang Dunia 2
IMDb Ratings: 5.5/10 from 615 users  

Sutradara : Lane Nishikawa
Pemain : Lane Nishikawa, Jason Scott Lee, Ken Narasaki, Mark Dacascos, Yugi Okumoto,Garett Sato

Film ini boleh dibilang langka Sebuah film peran yang mencoba mengangkat peran warga Amerika keturunan Jepang atau dikenal dengan sebutan Nisei, di dalam Perang Dunia II, khususnya pasca-bombardir Jepang atas Pearl Harbor Desember 1941. Lane Nishikawa (Sound of Voice) sebagai sutradara juga turut berperan dalam film ini .Dia adalah Amerika keturunan Jepang. Keluarganya, paman-pamannya adalah mantan prajurit yang juga turut berperang di pihak Amerika selama PD II berlangsung.

Film ini dikisahkan secara personal Dikabarkan berbudget rendah, Nishikawa dengan cerdik tidak memilih bercerita secara kolosal atau global layaknya sebuah film perang. Dia membidik keriuhan sebuah perang dari kacamata para prajuritt. Sersan Jimmy Takata, diamainkan dengan mengagumkan oleh Nishikawa sendiri,Glenn "Tak" Takase (Jason Scott Lee), Richard "Doc" Nagamuna (Ken Narasaki), Steve "Zaki” Senzald (Mark Dacascos), Yukio ”Yuk” Nakajo (Yugi Okumoto), dan Richard "Hilo" lmamura (Garett Sato). Orang-orang ini tentu saja mempunyai jarak pandang terbatas, dan Nishikawa mengambil angle dalam ruang terbatas tersebut. Rentetan cahaya dari ribuan peluru yang terlontar, ledakan granat, kabut yang menyelimuti, pohon pohon yang mengitari, dan pertempuran yang terjadi, semua adalah hal-hal yang terbidik dari kacamata memori para prajurit tersebut. Maka jadilah kita menyaksikan perang yang disajikan ala film dokumenter. Dekat dan terbatas apa yang terlihat. Cara Nishikawa ini ternyata ampuh membawa penonton untuk lebih berempati terhadap apa yang tengah dijalani para tokoh di dalam film ini. Seolah-olah kita dibuat paham dan mengerti,bahwa inilah yang mereka lihat. Inilah yang benar-benar mereka alami.

Pada Februari 1943, sebagai reaksi atas pengeboman dan ekspansi Jepang di PD II, 100th Battallion 442nd Regirnental Combat Team dibentuk. Batalion ini beranggotakan sukarelawan warga Amerika keturunan Jepang dari daerah Hawaii dan West Coast. Mereka kemudian dikirim ke dataran Eropa untuk mendukung perjuangan Amerika di PD II. Batalion inilah yang menjadi tema cerita dari Only The Brave, terutama kisah pertempuran mereka yang terkenal di Oktober 1944, Battle of Bruyeres, ketika mereka berjibaku selama lima hari guna mendobrak garis pertahanan musuh dan menyelamatkan "Lost Batalion".Lost Batalion ini beranggotakan 211 orang Texas dari batalion pertama, 141st yang terperangkap di daerah musuh di pegunungan Vosges Prancis. Selama tiga hari pertama, setengah dari anggota mereka tewas, sementara "Lost Battalion" masih terperangkap. Pada saat itulah keberanian khas para Nisei, warga Amerika keturunan Jepang, menunjukkan jati dirinya.

Selain bercerita mengenai perjalanan Battalion 442nd, film ini juga menceritakan kisah para keluarga, orang-orang yang disayang, memori-memori, dan hal-hal lain yang berarti. Only the Brave juga menunjukkan sisi keberanian dan kepahlawanan yang memang seolah-olah sudah menjadi semacam gen yang ada pada diri setiap orang Jepang di mana pun mereka berada. Kita akan melihat bagaimana mereka bertempur. Dengan penuh keberanian tiba-tiba satu atau dua orang merangsek ke arah musuh atau hal lainnya. Film ini tidak terlalu mengumbar pertempuran dan percikan darah, sehingga ketika itu terjadi, seolah-olah hal itu memang sudah saatnya dan meninggalkan kesan yang cenderung lebih dramatis. Para pemain dapat berkolaborasi dengan optimal dan menciptakan chemistry tersendiri.Mereka dapat membawakan peran masing-masing dengan tidak berlebih, tidak juga kurang. Singkat kata, film ini adalah film berbudget rendah sehingga sengaja dibuat sederhana,namun menghasilkan karya yang sangat tidak sederhana.

Nuremberg (2000)

Perang Dunia 2
IMDb Ratings: 7.6/10 from 4,269 users

Sutradara : Yves Simoneau
Pemain : Alec Baldwin, Brian Cox,Christopher Plummer, Iill Hennessy, Matt Craven

Tidak berapa lama setelah Hitler bunuh diri dan Perang Dunia ll berakhir tanggal 9 Mei 1945, Reichmarshall Hermann Goring (Brian Cox) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) dan calon kuat pengganti Hitler, tiba-tiba menyerahkan diri di salah satu Pangkalan Udara Amerika di Bavaria, Jerman. Sementara itu pengganti Presiden Roosevelt  (yang, baru saja meninggal), Harry S. Truman, merekrut jaksa penuntut umum Robert H. Jackson (Alec Baldwin) yang diberi kekuasaan penuh untuk mengadakan pengadilan terbuka bagi para penjahat perang Nazi.'

Pengadilan ini dlrancang bekerja sama dengan negara-negara besar pemenang PD II yaitu Amerika, Inggris, Prancis,dan Soviet .Pada awalnya Uni Soviet yang diwakili Jendral Ipona Nikitchenko (Len Doncheff) menentang usaha ini dan lebih menyukai cara praktis tembak saja mereka semua sekaligus,"selesai". Namun Jackson menolak, didukung oleh wakil dari Inggris Sir David Maxwell-Fyfe (Christopher Plummer) dan wakil Prancis Henri Donnedieu de Vabres (Paul Hébert). Jackson dibantu oleh sekretarisnya Elsie Douglas (lill Hennessy) dalam mewujudkan rencana ini. Ia kemudian terbang ke Nuremberg,Jerman, bersama timnya dan memilih gedung Nuremberg Palace and Justice untuk dijadikan tempat sidang.

Usaha untuk menggelar pengadilan terbuka ini semula diragukan oleh tim Jackson sendiri, sebab dengan demikian para tersangka yakni petinggi Partai Nazi yang didakwa sebagai penjahat perang memiliki peluang untuk bebas apabila penuntut umum tidak bisa memaparkan bukti-bukti yang kuat.Namun Jackson yakin bahwa yang lebih penting lagi adalah menunjukkan kepada dunia bahwa Sekutu yang dimotori oleh Amerika mengedepankan keadilan, bahkan kepada penjahat perang sekalipun.

Adapun para terdakwa adalah pimpinan teras Partai Nazi seperti Hermann Goering yang kemudian diseret ke penjara Nuremberg setelah beberapa lama tinggal di pangkalan udara militer. Tokoh Nazi yang lain adalah Karl Doenitz, admiral yang ditunjuk Hitler sendiri sebagai penggantinya setelah ia bunuh diri, Rudolf Hess, Albert Speer, Erich Raeder, Hans Frank, dan para pengusaha yang mendukung mesin perang Nazi Jerman Hal yang menarik di sini adalah para terdakwa dijaga sedemikian rupa untuk menghindari usaha bunuh diri. Mereka juga didampingi psikolog Angkatan Darat, Gustave Gillbert (Man Craven), yang menuliskan catatan terperinci mengenai kondisi mental dan emosional para pemimpin Nazi ini. Catatan inilah yang kemudian dijadikan dasar pembuatan film Nuremberg.

Dalam pengadilan ini juga pertama kali ditayangkan untuk umum film mengenai kamp konsentrasi Nazi yang membuntut sidang dihentikan sementara, karena semua orang yang ada didalam ruang sidang  tercengang atas kenyataan yang terjadi.

Film yang disutradan oleh Yves Simoneau ini secara terperinci mengikuti kisah nyata pengadilan Nuremberg dari awal hingga pembacaan vonis ketika Hermann Goring kemudian berhasil bunuh diri. Versi dokumenter dari film ini punya jalan cerita yang mirip, diproduksi oleh BBC dengan judul Nuremberg:Nazis On Trial. Secara umum film ini lebih mirip film mengenai dunia hukum di mana porsi terbanyak ada pada dinamika persidangan. Namun bagi pencinta film perang yang ingin menngetahui sejarah tidak hanya sepotong-sepotong dan terbatas pada suasana perang terbuka dar-der-dor, maka film semi-dokumenter ini tentu saja wajib ditonton.

Memphis Belle (1990)

Perang Dunia 2
Ratings: 6.9/10 from 21,481 users

Sutradara : Michael Caton-Jones
Pemain : Matthew Modine, Eric Stoltz, Tate Donovan, D. B. Sweeney, Billy Zane, Sean Astin, Harry Connick Ir.

Tanggal 1 7 Mei 1943, sehari sebelum misi terakhir dari sebuah pesawat B-17 "flying fortress" yang bernama "Memphis Belle"  bersama 10 awaknya. Memphis Belle sudah menjalani 24I misi pengeboman selama perang, dan apabila misi terakhir berhasil dilaksanakan, maka pesawat ini akan menjadi pesawat pengebom pertama di Pasukan Udara ke-8 (8th Airforce) yang berhasil menjalankan seluruh dari 25 misi pengemboman. lni artinya apabila misi terakhir ini sukses, maka seluruh awak sudah selesai tugasnya dan akan segera dipulangkan. Lt. Colonel Bruce Derringer (John Lithgow) pun sudah menyiapkan pesta untuk menyambut keberhasilan ini.

Tanggal 18 Mei pagi, Kapten Memphis Belle Captain Dennis Dearborn (Matthew Modine) bersama seluruh awaknya dan pesawat-pesawat yang lain akan terbang untuk menjalankan misi pengeboman yang tidak mudah di Bremen,Jerman, di mana kota industri itu jauh di tengah Jerman dan terkenal memiliki pertahanan udara yang kuat. Artileri udara (FLAK) di Bremen tidak mudah dilalui meski oleh ”benteng udara” sekelas B-17.


Satu skuadron yang diterbangkan pagi itu juga dikawal oleh beberapa pesawat pemburu P-51 "Mustang" .Di tengah perjalanan, rombongan pengebom beserta pengawalnya itu dicegat oleh pesawat-pesawat tempur Jerman Bf 109 "Messerschmitt". Setelah pertempuran sekian lama,kemudian pesawat-pesawat Jerman itu kabur. Meski begitu,beberapa pesawat pengawal juga harus pulang karena kehabisan bahan bakar. Dengan dernikian kelompok pengebom B-17 itu harus terbang sendiri jauh masuk menuju Bremen. Di tengah perjalanan, kelompok ini harus menghadapi beberapa pesawat tempur Jerman yang kembali menyerang, dan juga serangan artileri udara. Serangan ini menyebabkan beberapa B-17 jatuh dan sebagian rusak berat dan terpaksan kembali, hingga Memphis Belle kemudian memimpin skuadron.Setelah melewati hujan artileri yang hebat, Memphis Belle dan beberapa pesawat pengebom lainnya berhasil kembali, meski salah satu awak luka berat terkena tembakan.

Katyn (2007)

Perang Dunia 2
IMDb Ratings: 7.0/10 from 11,528 users

Sutradara : Andrzej Wajda
Pemain : Maja Ostaszewska, Artur Zrnijewski, Pawel Malaszyfiski

Film yang mencekam. Salah satu film non-Hollywood karya Andrzej Wajda yang dinominasikan sebagai Best Foreign Film pada  cademy Award tahun 2008 ini berkisah mengenai pernbantaian 22.000 perwira tentara, akadernisi, dan intelektual Polandia (termasuk ayah sang sutradara) di Hutan Katyn oleh  Uni Soviet, tahun 1940. Peristiwa itu ditutup-tutupi oleh pemeflntah komunis Polandia selarna 44 tahun dari tahun 1945 hingga 1989, dan pemerintah rnenyatakan bahwa pembantaian dilakukan selama pendudukan Polandia oleh Nazi Jerman pada tahun 1941-1945. Tidak lama setelah blok komunis runtuh,Pemerintah non-komunis Polandia kemudian untuk pertama kali merevisi sejarah dan menyatakan bahwa pembantaian itu dilakukan oleh Tentara Merah Uni Soviet pada tahun 1940, ketika Bagian timur Polandia diduduki oleh tentara Uni Soviet.

Kisah Katyn dimulai pada invasi Uni Soviet ke Polandia dari arah timur pada 17 September 1939, enam belas hari Setelah Jerman menyerang Polandia dari arah barat. Dijepit dua kekuatan besar dari barat dan timur, Polandia menyerah pada 8 Oktober 1939. Negara itu pun dibagi dua. Sebagian dikuasai Nazi Jerman, sebagian lainnya oleh Tentara Merah.

Film ini melihat kisah Katyn dari sudut pandang beberapa perempuan, ibu, istri, dan anak korban pembantaian. Adalah Anna (Maia Ostaszewska) dan putrinya Weronika yang membujuk suaminya, seorang kapten termuda di kesatuan kavaleri (Uhlam) Polandia, untuk melarikan diri dari tahanan Tentara Merah.Namun Kapten Andrej (Anur Zmijewski) menolak, memilih tetap bersama pasukannya demi kehormatan. Andrej mencatat dengan terperinci dalam buku hariannya, dari hari ke hari sedikit demi sedikit tahanan "dijemput". Mereka diberitahu bahwa bahwa ada pemindahan tahanan ke kamp lain.

Kisah kemudian melompat pada masa pasca-Perang Dunia ll. Anna dan putrinya Nika yang tinggal di rumah neneknya masih menunggu kepulangan sang ayah dan kakeknya, seorang profesor di Universitas Jagiellonian yang juga ditahan. Tak lama kemudian datang kabar bahwa sang kakek meninggal di tahanan. Anna dan Nika yakin Andrej masih hidup karena tidak ada dalam daftar korban Katyn yang diumumkan ketika pendudkan Nazi Jerman, Sampai kemudian Mayor Jerzy (Andrzej Chyra ), seorang sahabat Andrej, datang ke rumah untuk memberitahukan bahwa Andrej telah tewas dan ada kesalahan pada daftar korban Katyn yang beberapa tahun sebelumnya diumumkan.

Film ini diakhiri dengan ditemukannya buku harian Andrej yang kemudian dikirim kepada keluarga Anna. Kemudian Wajda menggambarkan bagaimana mencekamnya suasana di hutan Katyn ketika satu demi satu tokoh yang muncul sebelumnya sebagai tahanan, termasuk Andrej, ditembak kepalanya persis di depan lubang besar tempat kuburan massal digali, dan buldozer sedikit demi sedikit mengubur ribuan penwira yang tewas dibantai.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. WWII Movies - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger