Sutradara : Rachid Bouchareb
Pemain : Jamel Debbouze, Samy Naceri, Sami Bouajila,Roschdy Zem, Bernard Blancan
Pemain : Jamel Debbouze, Samy Naceri, Sami Bouajila,Roschdy Zem, Bernard Blancan
Menyinggung isu diskriminasi ras oleh Prancis pada tentara keturunan Afrika pada Perang Dunia ll, film ini disutradarai oleh seorang keturunan Prancis-Aljazair, Rachid Bouchareb. Dikisahkan, diskriminasi semakin runcing ketika pemerintah Prancis membekukan dana pensiun para veteran perang keturunan Afrika, ketika Aljazair merdeka melepaskan diri dari Prancis pada tahun 1962. Jendral Charles De Gaulle sendiri yang melarang pasukan keturunan Afrika—yang sudah bertempur melawan Jerman sejak dari Italia—untuk masuk ke ibukota Prancis di tahun 1944, dan hanya pasukan berkulit putih saja yang boleh masuk. Padahal, dua pertiga dari pasukan pembebasan Prancis berasal dari keturunan negara Afrika yang dijajah Prancis.
Film bermula dari sebuah desa di Aljazair, Afrika Utara, tahun 1943. Para pemuda pribumi (indigenes) di sana bersemangat untuk ”membersihkan Paris dari pendudukan Jerman”. Said, yang dicegah ibunya untuk mendaftar sebagai tentara sukarelawan, mengatakan pada ibunya bahwa dirinya enggan tinggal diam dan ingin pergi membela Prancis. Sang ibu tak kuasa melarang dan membiarkan Said pergi bersama ratusan pemuda sedesa lainnya. Ia pun bergabung dengan 7th Algerian Tirailleur Regiment (ATR), bersama Yassir yang ikut berperang demi uang (untuk biaya pemikahan saudara laki-lakinya),Kopral Abdulkadeer (keturunan Afrika berpendidikan yang berperang demi kesetaraan dan keadilan sekaligus orang yang melatih mereka menuju medan perang), serta Martinez, sersan keturunan Tunisia. Misi pertama resimen ini adalah merebut sebuah bukit yang dikuasai tentara Jerman. Singkat kisah, bukit dapat dikuasai,dengan korban yang sangat banyak. Tapi tak lama kemudian mereka sadar bahwa mereka cuma dijadikan "umpan”, agar artileri Prancis mengetahui posisi kanon Jerman di atas bukit.
Seorang kolonel Prancis berkulit putih menyatakan bahwa ini sebuah kemenangan besar bagi pasukan pembebasan Prancis.Said dan kawan-kawan kembali merasakan diskriminasi ketika koki kapal yang berkulit putih tidak mau mnemberikan hormat.Hal itu juga dirasakan ketika 7th ATR dikirirn ke Prancis untuk bergabung dengan pasukan lain dalam Operasi Dragoon, dimana surat-surat mereka disensor, dan mereka tidak diberi libur sebagaimana rekan mereka yang berkulit putih.
Ketika seorang kolonel kulit putih mengutus Kopral Abdulkadeer dan kawan-kawan untuk sebuah misi khusus, membawa amunisi membantu Amerika dalam penyerbuan ke kotaAlsace, ia menjanjikan penghargaan kepada Abdulkadeer dan pasukannya apabila misi itu sukses. Dalam penyerbuan itu Martinez, Said, Messoud, Yassir, dan saudaranya tewas meninggalkan Abdulkadeer, sebelum pasukan lain datang membantu.Meski banyak korban tewas, misi itu berhasil mengusir tentara Jerman dari Alsace. Namun betapa pahitnya, ketika sang kolonel yang sebelumnya menjanjikan penghargaan, diam saja tanpa kata-kata ketika berpapasan dengan Abdulkadeer.
lndigenes diakhiri dengan setting masa kini, saat Abdulkadeer tua mengunjungi makam rekan-rekannya yang tewas di Alsace. Ia masih terdaftar sebagai veteran Perang Dunia II, namun tidak pernah memperoleh uang pensiun sejak dibekukan pada tahun 1959.