IMDb Ratings: 7.3/10 from 4,569 users
Sutradara : John Irvin
Pemain : Ron Eldaard,Frank Whaley,Zak Orth, Dylan Bruno
Satu lagi film perang keluaran HBO NYC, tempat film-film perang semacam Band of Brothers yang legendaris itu diproduksi. Diutradarai oleh John Irvin, When Trumpets Fade berlatar belakang perang di hutan Hurtglen di tahun 1944-1945,beberapa saat sebelum perang di Bulge pecah. Perang ini adalah perang antara pasukan AS melawan Ierman yang berlokasi di Western Front. Film ini memang sengaja dibuat untuk mengenang para tentara yang gugur di perang tersebut.
Film ini dibuka dengan narasi singkat yang memperlihatkan kegembiraan orang-orang karena mengira perang telah berakhir. Ternyata itu cuma kegembiraan semu, sebab perang justru sedang mencapai puncaknya. Film kemudian berlanjut dengan setting sebuah hutan yang menjadi lokasi sentral. Perang Hurtgen. Terlihat Prajurit David Manning menggendong Bobby yang sedang terluka parah. Bobby adalah teman satu-satunya yang tersisa dari kompi pasukannya. Yang lain telah tewas. Luka Bobby sedemikian parah, ia merasa sangat kesakitan, sehingga tak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Tidak ada pilihan bagi Dave, selain menembak Bobby untuk mengakhiri penderitaannya.
Film kemudian berlanjut dengan promosi dari komandan batalyon, Kapten Roy Pritchet, kepada Dave, untuk memimpin sebuah kompi yang bertugas mengintai sarang musuh. Dave menolak, merasa dirinya tidak pantas dan meminta izin agar dimasukkan ke Section 8, tempat para tentara yang sedang stres berkumpul. Penolakan Dave yang keras tidak digubris oleh Pritchet. Maka, jadilah Dave seorang sersan komandan kompi.Interaksi Dave dengan pasukannya pun menjadi lika-liku yang menarik untuk disimak. Dalam sebuah misi pelumpuhan senjata jenis pengebom milik musuh, Dave terpaksa mengeksekusi seorang anak buahnya yang tiba-tiba panik dan tidak terkendali.Peristiwa ini adalah satu dari beberapa scene yang menarik. Sangat menyentuh melihat wajah Dave yang dingin, datar,namun terlihat tertekan menanggapi kemarahan sejawatnya.Sangat menarik pula komentar dari Sanderson, satu-satunya anak buahnya yang masih hidup, yang temyata membelanya dan mengatakan bahwa itulah satu-satunya tindakan yang paling tepat saat itu.
Film ini diakhiri dengan berangkatnya tim yang dipimpin oleh Dave, yang baru saja dipromosikan sebagai kepala batalyon. Tim ini adalah tim rahasia beranggotakan empat orang, bertugas menghancurkan pasukan tank musuh dari belakang. Tim ini dibentuk oleh Dave dan Sersan Talbott, dengan tujuan agar pertempuran di keesokan hari dapat dijalani dengan lebih mudah dan tidak banyak korban lagi yang berjatuhan. Adegan demi adegan membuat kita menahan nafas, sampai akhimya suasana pecah oleh rentetan peluru dan dentuman bom. Scene ini diakhiri dengan adegan ketika diperlihatkan Dave tertembak dan digendong oleh Sanderson. Keiadian yang persis sama di awal cerita terulang di akhir cerita, dengan Dave sebagai pihak yang digendong. Kata-kata yang diucapkan oleh Sanderson juga persis sama dengan yang diucapkan Dave kepada Bobby ketlka itu, hingga membuat Dave tertawa penuh dengan lronla. Adegan ditutup dengan gambar Dave yang akhirnya mati dl gendongan Sanderson.
Perang di Hutan Hurtgen selama ini tidak banyak dibicarakan, karena tertutup oleh kedahsyatan Perang Bulge yang pecah sesaat setelah Perang Hurtgen yang memakan begitu banyak korban.Menonton film ini, kita serasa melihat salah satu seri dari Band of Brothers. Seragam, helm, dan setting tempat ada bedanya. Satu perbedaan yang mungkin dapat dilihat oleh para pencinta film khususnya film-film arahan pada unsur dramatisasi tokoh dan cerita yang menjadi ciri khas utama Spielberg. Namun, meski Irvin tidak sejenius Spielberg dalam mengotak atik emosi penonton. Film ini mampu membawa kita untuk beberapa saat terhenyak usai menontonnya.
Akting Ron Eldard sebagai Dave sangat meyakinkan. Matanya mampu berbicara mengenai banyak hal. Hanya dengan melihatnya memandang anak buahnya darl kejauhan, kita seolah-olah dibacakan satu halaman narasi mengenai perasaan yang berkecamuk dalam dirinya saat itu. Ini adalah film perang yang berusaha memotret perang secara apa adanya. Kita tidak akan melihat adanya heroisme kecuali karena keadaan yang memaksa. Ini bukanlah film yang terbaik, ataupun film yang layak memasuki area box office. Meski demikian, When Trumpets Fade adalah film yang jujur, sederhana, dan apa adanya. Membuat kita dapat menontonnya dengan ikhlas dan penuh dengan rasa ernpati terhadap para tokohnya.
Pemain : Ron Eldaard,Frank Whaley,Zak Orth, Dylan Bruno
Satu lagi film perang keluaran HBO NYC, tempat film-film perang semacam Band of Brothers yang legendaris itu diproduksi. Diutradarai oleh John Irvin, When Trumpets Fade berlatar belakang perang di hutan Hurtglen di tahun 1944-1945,beberapa saat sebelum perang di Bulge pecah. Perang ini adalah perang antara pasukan AS melawan Ierman yang berlokasi di Western Front. Film ini memang sengaja dibuat untuk mengenang para tentara yang gugur di perang tersebut.
Film ini dibuka dengan narasi singkat yang memperlihatkan kegembiraan orang-orang karena mengira perang telah berakhir. Ternyata itu cuma kegembiraan semu, sebab perang justru sedang mencapai puncaknya. Film kemudian berlanjut dengan setting sebuah hutan yang menjadi lokasi sentral. Perang Hurtgen. Terlihat Prajurit David Manning menggendong Bobby yang sedang terluka parah. Bobby adalah teman satu-satunya yang tersisa dari kompi pasukannya. Yang lain telah tewas. Luka Bobby sedemikian parah, ia merasa sangat kesakitan, sehingga tak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Tidak ada pilihan bagi Dave, selain menembak Bobby untuk mengakhiri penderitaannya.
Film kemudian berlanjut dengan promosi dari komandan batalyon, Kapten Roy Pritchet, kepada Dave, untuk memimpin sebuah kompi yang bertugas mengintai sarang musuh. Dave menolak, merasa dirinya tidak pantas dan meminta izin agar dimasukkan ke Section 8, tempat para tentara yang sedang stres berkumpul. Penolakan Dave yang keras tidak digubris oleh Pritchet. Maka, jadilah Dave seorang sersan komandan kompi.Interaksi Dave dengan pasukannya pun menjadi lika-liku yang menarik untuk disimak. Dalam sebuah misi pelumpuhan senjata jenis pengebom milik musuh, Dave terpaksa mengeksekusi seorang anak buahnya yang tiba-tiba panik dan tidak terkendali.Peristiwa ini adalah satu dari beberapa scene yang menarik. Sangat menyentuh melihat wajah Dave yang dingin, datar,namun terlihat tertekan menanggapi kemarahan sejawatnya.Sangat menarik pula komentar dari Sanderson, satu-satunya anak buahnya yang masih hidup, yang temyata membelanya dan mengatakan bahwa itulah satu-satunya tindakan yang paling tepat saat itu.
Film ini diakhiri dengan berangkatnya tim yang dipimpin oleh Dave, yang baru saja dipromosikan sebagai kepala batalyon. Tim ini adalah tim rahasia beranggotakan empat orang, bertugas menghancurkan pasukan tank musuh dari belakang. Tim ini dibentuk oleh Dave dan Sersan Talbott, dengan tujuan agar pertempuran di keesokan hari dapat dijalani dengan lebih mudah dan tidak banyak korban lagi yang berjatuhan. Adegan demi adegan membuat kita menahan nafas, sampai akhimya suasana pecah oleh rentetan peluru dan dentuman bom. Scene ini diakhiri dengan adegan ketika diperlihatkan Dave tertembak dan digendong oleh Sanderson. Keiadian yang persis sama di awal cerita terulang di akhir cerita, dengan Dave sebagai pihak yang digendong. Kata-kata yang diucapkan oleh Sanderson juga persis sama dengan yang diucapkan Dave kepada Bobby ketlka itu, hingga membuat Dave tertawa penuh dengan lronla. Adegan ditutup dengan gambar Dave yang akhirnya mati dl gendongan Sanderson.
Perang di Hutan Hurtgen selama ini tidak banyak dibicarakan, karena tertutup oleh kedahsyatan Perang Bulge yang pecah sesaat setelah Perang Hurtgen yang memakan begitu banyak korban.Menonton film ini, kita serasa melihat salah satu seri dari Band of Brothers. Seragam, helm, dan setting tempat ada bedanya. Satu perbedaan yang mungkin dapat dilihat oleh para pencinta film khususnya film-film arahan pada unsur dramatisasi tokoh dan cerita yang menjadi ciri khas utama Spielberg. Namun, meski Irvin tidak sejenius Spielberg dalam mengotak atik emosi penonton. Film ini mampu membawa kita untuk beberapa saat terhenyak usai menontonnya.
Akting Ron Eldard sebagai Dave sangat meyakinkan. Matanya mampu berbicara mengenai banyak hal. Hanya dengan melihatnya memandang anak buahnya darl kejauhan, kita seolah-olah dibacakan satu halaman narasi mengenai perasaan yang berkecamuk dalam dirinya saat itu. Ini adalah film perang yang berusaha memotret perang secara apa adanya. Kita tidak akan melihat adanya heroisme kecuali karena keadaan yang memaksa. Ini bukanlah film yang terbaik, ataupun film yang layak memasuki area box office. Meski demikian, When Trumpets Fade adalah film yang jujur, sederhana, dan apa adanya. Membuat kita dapat menontonnya dengan ikhlas dan penuh dengan rasa ernpati terhadap para tokohnya.