IMDb Skor: 7,6/10 - 126.455 suara
Sutradara : Terrence Malick '
Pemain : Nick Nolte, Sean Penn, Adrien Brody, John Cusack
Kisahnya dimulai ketika sekelompok prajurit Amerika Serikat yang masih muda dan tergabung dalam Army Rifle Company C-for-Charlie diterjunkan ke pulau Guadalcanal untuk menggantikan pasukan marinir yang telah mengalami kelelahan dalam menjaga sebuah lapangan udara di sana. Posisi lapangan udara tersebut sangat vital karena merupakan tempat yang dapat menjangkau radius 1000 mil sehingga langkah maju balatentara Jepang yang makin masuk ke Pasifik dapat dihentikan.
Prajurit Witt (Jim Caviezel) memandang sekelilingnya dan bergumam, "What is this war at the heart of nature? ". Itulah cuplikan dari scene pembuka The Thin Red Line, seakan memang mewakili dari apa yang coba hendak disampaikan film ini. Alur cerita yang kemudian bergulir berbeda dari film perang pada umumnya.
Alih-alih dentuman bom dan suara tembakan atau jeritan tentara yang terluka, film ini mengisi momen-momen krusialnya dengan suara narator yang melantunkan puisi dan suara hati. Alih-alih mengaduk-aduk perasaan penonton dengan karakter film yang terlihat heroik atau terjebak dalam idealisme kemanusiaan di tengah perang, film ini memilih bersikap oposan terhadap hal tersebut. Memperlihatkan bagaimana karakter tentara yang berlainan satu sama lain, dan bagaimana mereka berbeda dalam menyikapi perang itu sendiri.Film ini memandang perang sebagai sebuah ajang yang merusak nilai-nilai kemanusiaan. Satu hal yang berbeda dengan Saving Private Ryan. Saving Private Ryan, di sisi lain, terlihat berusaha memperlihatkan bahwa meskipun perang adalah ajang penuh darah, namun perang adalah juga kawah candradimuka bagi karakter seseorang. Jika Saving Private Ryan dibuka dengan mendaratnya pasukan di Omaha Beach untuk kemudian berlanjut dengan penempuran brutal selama kurang lebih 30 menit, maka film ini diawali dengan pendaratan yang "damai" di Pantai Solomon, Guadalcanal. Selanjutnya, selama kurang lebih tiga jam ke depan, kita akan disuguhi semacam orkestra.Tidak ada scene atau tokoh sentral. Semua tampil dengan "sama rata", dan kemudian membentuk sebuah harmoni. Seorang Nick Nolte memainkan perannya dengan manis sebagai komandan perang yang maniak dan temperamental. Penggambaran dirinya sebagai seorang kepala tentara yang berambisi memperoleh penghargaan ditampilkan dengan tidak berlebihan oleh Malick,Sean Penn yang berperan sebagai Sersan Welsh yang sinis namun lembut pun mampu mengisi film ini dengan karakternya yang kuat.
Film ini berkategori film perang. Meski begitu, perang di sini berperan hanya sebagai background. Ini adalah film mengenai manusia-manusia yang melakoni perang itu sendiri.Ketakutan, ambisi, sinisme, kepedulian, dan rasa muak, semua ditampilkan melalui karakter-karakter yang ada. Tidak seperti perang produksi Hollywood lainnya, The Thin Red Line tidak menampilkan prajurit sebagai sosok pahlawan yang idealis.Mereka ditampilkan lugas, datar, tanpa bumbu. Karena itu, film ini tidak menjual heroisme, tidak menjual tokoh sentral yang protagonis. Alih-alih demikian, film ini hampir seperti sebuah dokumenter. Menampilkan apa adanya, dan tidak memicu adrenalin bagi yang menontonnya. Pemandangan sinar matahari yang menyorot punggung para prajurit yang sedang mendaki bukit, seakan melantunkan puisi tentang satimya perang, dan bukan kedahsyatannya. Kita bahkan disuguhi pemandangan pantai dengan penduduk dan habitatnya yang porak poranda akibat perang. Scene-scene yang tidak biasa muncul dalam film perang konvensional.
Faktor yang jadi nilai lebih dari The Thin Red Line adalah usahanya untuk menampilkan isi kepala dari para tokohnya untuk bercerita. Pikiran para prajurit di medan perang penuh dengan hal-hal yang membetot rasa dan pikiran. Tidak mudah mendengar atau menerima apa pun yang mereka pikirkan saat itu ataupun kemudian. Suatu cara unik yang menjadikan film ini "mengerikan ". Sutradara lain akan berusaha bercerita melalui gesture, percakapan, atau tindakan, Malick di sisi lain mencobanya dengan menarasikan isi pikiran yang sedang berkecamuk pada saat itu juga. Ini adalah pekerjaan yang menantang, karena film dapat dengan mudah terjebak dalam alur yang membosankan. The Thin Red Line setidaknya cukup berhasil menghindari jebakan tersebut.
Film ini bukanlah film yang mengumbar nama-nama besar dunia perfilman. John Travolta, Goerge Clooney, John cussack, semuanya hanya muncul secara sekilas. Malick lebih memfokuskan jalan cerita pada wajah-wajah baru seperti Elias koteas, Ben Chaplin, atau Jim Caviezel. Mereka dengan tak terduga dapat menjalankan tugas tidak kalah bagusnya dengan Nick Nolte, sang komandan, ataupun Sean Penn.
Film ini versi awalnya berdurasi 6 jam, untuk kemudian terpenggal menjadi kurang lebih setengahnya. Inilah yang mungkin menyebabkan seolah-olah alur filmnya menjadi tidak jelas, plotnya terkesan datar, terasa tidak ada mercusuar ceritanya dan tetap tidak mencapai klimaksnya hingga film berakhir.
Malick mungkin tidak sepiawai Spielberg dalam membuat film yang bermutu sekaligus bemilai jual tinggi. Meski begitu untuk kesekian kalinya Malick rnembuktikan bahwa dia adalah sutradara dengan visi dan misi yang jelas dan tidak terlalu peduli dengan tuntutan pasar.
Akhirnya, inilah film perang yang membuka luka dari perang itu sendiri. Mengoyaknya, hanya untuk melihat busuknya, mengulitinya untuk memperlihatkan betapa dalam sesungguhnya luka yang ditimbulkan. Inilah film yang akan membuat kita terhenyak beberapa saat seusai menonton. Terhenyak karena seolah-olah dibukakan hal-hal yang sebelumnya terlupa atau bahkan tak terlintas. Terhenyak karena "lelah",. dan karena pertanyaan yang tak terjawab.